Banda Aceh - Dosen dan mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Aceh, menciptakan alat pengolahan air bertenaga surya. Karya inovasi ini diberi nama Ie Dhiet 1.0.
Rektor Unsyiah Prof Samsul Rizal mengatakan, saat ini masih banyak daerah di Aceh dengan kondisi airnya masih payau, sehingga masyarakat kesulitan memperoleh air bersih. Selain itu, tidak semua desa di Tanah Rencong mendapatkan sumber air dari PDAM.
"Unsyiah hanya memberikan teknologi untuk masyarakat, baik itu yang listriknya tidak ada, sumurnya susah, maupun sumurnya harus dipompa dulu. Inovasi ini diberikan sebagai pengabdian Unsyiah dan untuk menjadi contoh kepada masyarakat," kata Samsul dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Selasa (28/3/2017).
Penciptaan alat semacam ini dinilai sangat penting untuk membantu masyarakat memperoleh air layak untuk dikonsumsi. Rektor sudah meluncurkan karya dosen dan mahasiswa ini pada Senin (27/3) kemarin di halaman kampus FT Unsyiah, Darussalam, Banda Aceh.
Ketua Laboratorium Desain dan Manufaktur FT Unsyiah Muhammad Tadjuddin, ST, MEngSc, mengatakan gagasan menciptakan Ie Dhiet 1.0 ini terinspirasi dari kondisi air di lokasi bencana, seperti Desa Meunasah Jurong, Kabupaten Pidie Jaya, yang kurang layak untuk diminum karena banyak menggandung senyawa Fe (besi).
"Unit pengolahan air sistem bergerak ini cocoknya memang untuk daerah rawan bencana, tapi juga bisa digunakan di daerah lain yang kesulitan mendapatkan air bersih," katanya.
Tadjuddin menjelaskan alat ini bekerja dengan cara tiga kali penyaringan yang filternya terdiri atas zat mangan, karbon aktif, filter 1 mikron, dan filter 3 mikron. Setelah melewati tiga tahap penyaringan dengan menggunakan filter aktif tersebut, air yang dihasilkan bisa digunakan oleh masyarakat.
Meskipun air yang dihasilkan dapat langsung dikonsumsi, Tadjuddin menegaskan air ini harus tetap dilakukan uji kelayakan di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Kalaupun airnya tidak bisa langsung diminum, setidaknya bisa diminum setelah dimasak ataupun sudah bisa digunakan untuk mandi," jelasnya.
Menurutnya, selain untuk pengolahan air bersih, alat ini menyimpan energi listrik dengan daya 220 volt dan fasilitas penerangan 12 volt. Sumber energi mesin berasal dari solar cell. Satu unit alat ini menghabiskan biaya Rp 30-35 juta untuk pembuatannya, dengan masa pengerjaan selama satu bulan.
"Sumber dana pembuatan Ie Dhiet 1.0 berasal dari sumbangan masyarakat Kalimantan Utara untuk korban gempa Pidie Jaya sebesar Rp 10 juta dan selebihnya dari Unsyiah. Rencananya, unit pengolahan air mobile ini akan dibawa ke Pidie Jaya pada Kamis, 30 Maret 2017," terangnya.
Wakil Dekan II FT Unsyiah Dr Zahrul Fuadi, ST, MSc, menambahkan terobosan baru ini harus menjadi pemicu bagi mahasiswa Unsyiah lainnya untuk berkarya, karena salah satu indikator kinerja Unsyiah adalah adanya inovasi.
Unit pengolahan air mobile ini merupakan inovasi yang kesekian kalinya dari FT Unsyiah. Sebelumnya, FT berhasil menciptakan mobil listrik Malem Diwa dan perahu Katamaran.
"FT mempunyai 40 laboratorium. Kalau bisa, satu lab melahirkan satu inovasi setiap tahunnya. Fakultas selalu memberikan dukungan penuh untuk menghasilkan sebuah inovasi," kata Zahrul.
sumber