Pembunuhan Kim Jong-Nam dan Masa Depan Bioinformatika

http://beritaterkiniuntukkita.blogspot.com/2017/03/pembunuhan-kim-jong-nam-dan-masa-depan.html


Bioinformatika merupakan ilmu yang sangat berkembang pesat, karena memiliki banyak sekali aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana status ilmu bioinformatika hari ini maupun perkembangannya ke depan?

Perkembangan Terkini Kajian Bioinformatika

Dunia dihebohkan oleh pembunuhan Kim Jong-Nam, yang masih terhitung saudara tiri Kim Jong-Un, pemimpin Korea Utara. Otoritas Malaysia telah menahan seorang WNI dan warga Vietnam yang diduga terlibat dalam aksi pembunuhan tersebut. 


Dunia terkejut, dan aksi keji tersebut menjadi headline berita di seluruh dunia dalam waktu cukup lama. Terlepas dari motif politik aksi pembunuhan di bandara internasional Kuala Lumpur tersebut, ada hal yang menarik dari instrumen eksekusi yang digunakan oleh pelaku. 

Mereka menggunakan racun VX untuk membungkan Kim Jong-Nam. Semenjak perkembangan ilmu Bioinformatika, mengkaji mekanisme toksistas racun VX tidak harus langsung dilakukan terhadap hewan uji. 

Basis data toksisitas berbagai macam senyawa kimia sudah disediakan secara daring, seperti pada situs Pubchem. Sehingga kajian komputasi seperti interaksi protein dengan senyawa VX, penambatan molekul, ADME-TOX, dinamika molekuler, dan jalur metabolik dapat dipelajari melalui berbagai software komputasi saintifik. 

Misalnya, Autodock untuk penambatan molekul, Toxtree untuk ADME-TOX, Gromacs untuk dinamika molekuler, dan String DB untuk jalur metabolik. Informasi luaran komputasi tersebut dapat digunakan untuk memandu pengujian racun VX secara in vitro (melalui medium sel) maupun in vivo (melalui medium hewan uji). 

Kemudian, di satu sisi, pengembangan basis data forensik untuk kriminal sudah dilakukan secara ekstensif. Basis data pelaku kriminal di Inggris digunakan dengan merekam sidik jari DNA mereka. Otoritas bisa mencari sidik jari DNA pelaku kejahatan di basia data secara daring. 

Dengan instrumen ini, pelaku kejahatan luar biasa akan ditandai dan tidak bisa lolos. Criminal perpetrators seperti teroris atau pedofil akan dapat diawasi kemanapun mereka pergi di dunia ini. 

Narasi ini sudah menunjukkan bahwa ilmu bioinformatika sangat bermanfaat dimanfaatkan oleh pihak kepolisian dan militer untuk menghadapi kejahatan yang luar biasa. Tentu saja, informasi tersebut harus diarsip pada basis data yang solid. 

Di sisi lain, sebagai bagian dari rumpun ilmu formal bersama Teknik Informatika dan Matematika, Bioinformatika sangat kental dengan pengaruh kedua ilmu besar tersebut. Perkembangan termutakhir dalam dunia open source, seperti sistem awan dan Linux, telah diadopsi oleh bioinformatika sebagai bagian dari SOP pengembangan keilmuannya. 

Modul bioinformatics untuk PERL, Phyton, dan JAVA, yang merupakan bahasa pemrograman populer untuk bioinformatika. Basis data bioinformatika dikembangkan dengan PHP dan MySQL dengan modul berbasis biologis. 

Kemudian, sistem awan yang dikembangkan khusus untuk bioinformatika, juga ada, seperti Google genomics. Hal ini sangat menguntungkan karena memungkinkan Outsourcing sumber daya komputasi ke pihak ketiga. 

Bioinformatika menggunakan metode komputasi termutakhir dalam ilmu komputer, seperti Hidden Markov Model, Artificial Neural Network, dan Support Vector Machine. 

Metode-metode tersebut sangat bermanfaat untuk pengenalan pola (pattern recognition) pada biomolekul dalam skala besar, sehingga memperkuat fondasi basis data bioinformatika. 

Bahkan bahasa pemrograman yang kurang umum seperti Haskell juga sudah mulai digunakan pada pengembangan software Bioinformatika. 

Disonansi Masa Depan 

Bioinformatika merupakan ilmu yang memang berkembang sangat pesat. Hanya saja pertanyaan tetap menghantui sebagian pihak, sebenarnya ilmu ini milik siapa? 

Seharusnya pertanyaan seperti ini bisa dijawab sendiri, bahwa Bioinformatika merupakan milik siapapun yang membutuhkan bantuannya. 

Di era informasi ini, dimana data bergerak secepat kilat tanpa batas, masih banyak pihak yang ingin melakukan pembatasan ataupun restriksi, yang konteksnya sangat berbeda dengan sensor. 

Chauvinisme keilmuan atau egosektoral adalah penyakit laten yang merusak perkembangan keilmuan itu sendiri, karena dibuai ilusi semu bahwa basis keilmuan masing-masing adalah yang utama dan merupakan pusat dari segala-galanya. 

Hal itu menyebabkan terjadi keengganan mengadopsi paradigma baru dari ilmu lain. Perbedaan paradigma keilmuan adalah disonansi, seperti pernah terjadi perdebatan antara ahli biologi dan ilmu komputer mengenai pemodelan mekanisme kerja otak. 

Mereka tidak mencari titik temu, tapi justru mencari perbedaan dan perpecahan dengan kelompok keilmuan yang berbeda. Di sini, semua pihak harus sadar bahwa manusia adalah makhluk sosial, yang membutuhkan interaksi dengan mereka yang berbeda, untuk memperkaya khazanah keilmuan. 

Bioinformatika, selain merupakan ilmu, juga dapat berfungsi sebagai instrumen adaptif untuk bidang ilmu lain seperti Biomedik dan Ekologi. Bahkan telah terjadi pengembangan ilmu Bioinformatika sebagai instrumen pengisian data pada ilmu linguistik. 

Bagaimana bioinformatika bekerja, tergantung sekali pada paradigma apa yang kita gunakan. Tidak ada yang absolut disini, karena kebenaran ilmu selalu relatif dan dapat berubah. 

Bioinformatika diperlukan sebagai sistem informasi kesehatan secara real time, terutama bagi manula. Bayangkan jika semua indikator kesehatan kita seperti gula darah dan asam urat langsung dimonitor via ponsel. Ada pemindai khusus. Jika kondisi tubuh menurun, ada alert langsung dari sistem. 

Astronot Rusia menggunakan dedicated network untuk pantau kesehatannya dari bumi. Ke depannya akan skala genomik, tidak hanya metabolik. Ini memerlukan kolaborasi erat dengan berbagai bidang ilmu, termasuk dengan kedokteran dan tentu saja dengan bisnis dan marketing untuk pemasarannya. 

Trend startup sekarang ini tentu saja bisa dimasuki oleh pakar bioinformatika, yang ingin mengembangkan bisnisnya bersama pakar marketing dan investor yang ingin terlibat lebih dalam. 


*) Penulis, Dr.rer.nat Arli Aditya Parikesit: Penulis adalah Ketua Program Studi S1 Bioinformatika Indonesia International Institute for Life Sciences yang dapat dihubungi pada akun twitter @arli_ap.


sumber

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »